Senin, 22 Februari 2016

Semakin Banyak Pendonor Sampah



Semakin Banyak Pendonor Sampah
Banyak isu dikalangan pengamat kebudayaan mengenai perkembangan pola pikir bahwa rakyat Indonesia dari zaman Portugis, Jepang, Orde Lama, Orde Baru hingga zaman modern sekarang masih terjajah. Terjajah dalam artian teknologi yang berangsur-angsur diimpor Indonesia dari luar sehingga secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pikir masyarakat sebagai konsumen. Tak jarang kita masih acuh tak acuh seolah menutup mata terhadap setiap permasalahan lingkungan-sosial disekitarnya. Sebagai dampak langsung yang muncul adalah berkurangnya interaksi sosial masyarakat dimana komunikasi dua arah yang seharusnya dapat dilakukan dengan tatap muka, malah dilakukan dengan tatap layar gadget. Ada ungkapan mengenai permasalahan ini yakni, ‘Gadget menjadikan yang jauh mendekat, dan  yang dekat menjauh’. Di satu sisi, dampak tidak langsung yang muncul adalah ke-kurangpeka-an masyarakat termasuk kita dalam menanggapi permasalahan lingkungan-sosial, dalam tulisan ini khususnya mengenai permasalahan sampah.
Sampah menjadi konsekuensi-logis dari adanya sebuah peradaban. Namun sudah seharusnya bahwa peradaban tidak boleh menjadikan sampah sebagai masalah utama. Permasalahan sampah tidak boleh berlarut-larut dibiarkan, karena selain tidak etis untuk dibahas, sampah seharusnya dapat ditangani oleh produsen sampah itu sendiri yakni masyarakat. Di era sekarang, pengolahan sampah dan kepenanggungjawabannya diserahkan ke pemerintah, sehingga apabila masalah muncul disebabkan karena sampah, maka semestinya pemerintah yang patut disalahkan. Seperti itulah kiranya pemikiran kita mengenai sampah.
Apabila kita melihat sampah dari sisi lain seperti kebermanfaatan sampah untuk : pembangkit listrik, bahan bakar gas, pupuk kompos, bahan daur ulang, dan lain sebagainya, maka hal tersebut akan berdampak terhadap pola pikir kita dan perilaku kita kedepannya.  Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan ketika mendengar kata sampah dan saat kita berhadapan langsung dengan sampah :
1.       Mengumpulkan sampah yang berserakan dan terbuang tidak pada tempatnya pada suatu wadah penampung sampah sementara.
Dapat kita gunakan sampah kresek dan jangan menggunakan wadah kresek baru, karena itu hanya akan menambah sampah yang kita buang. Jika memang sampah kresek tidak ada disekitar kita, maka kita cukup mengumpulkan sampah pada suatu tempat yang tidak banyak angin atau aktifitas manusia yang dapat menganggu tempat pengumpulan sampah.
2.       Membiasakan membuang sampah sesuai jenisnya yakni organik, nonorganik, kaca, logam, dan B3 pada tempat sampah yang telah tersedia.
Hal ini dapat dilakukan jika kita memiliki tempat pengumpulan atau tempat penampungan sementara yang layak (Gb. 01). Layak berarti bahwa tempat sampah ini mempunyai kriteria :
  1. Tidak menyengat apabila ditempatkan disuatu ruangan terbuka maupun tertutup;
  2. Tidak tercampur satu dengan yang lain jenis sampahnya;
  3. Tidak merembes atau bocor pada bagian badan tempat sampahnya yang dapat mengakibatkan proses oksidasi sampah tidak sempurna, atau keluarnya cairan dari sampah yang dapat mengotori wilayah sekitar tempat sampah;
  4. Tidak mudah hancur terkena air, panas, cuaca, tekanan, dan tidak dapat terurai karena sampah yang ditampungnya;
  5. Dapat didaur ulang ketika tempat sampah sudah tidak sesuai standar tempat sampah yang berlaku disuatu negara;
  6. Tidak terlalu kecil atau tidak terlalu besar, menyesuaikan dengan ruangan sekitar. Hal ini sebagai pemenuhan aspek keindahan dan tata letak yang tepat.
3.       Mengurangi pembelian barang yang berpotensi menghasilkan sampah dalam jumlah yang banyak/besar.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembelian barang dalam jumlah besar sekaligus. Apabila barang yang akan dibeli berupa makanan, kita dapat membeli menggunakan tempat makan yang telah kita sediakan dari rumah seperti, rantang, mangkok, sendok besi, gelas dan sebagainya. Apabila barang yang kita beli mengharuskan kita menggunakan wadah seperti plastik kresek, botol plastik, botol kaca dan sebagainya, maka kita dapat menyimpan dan mengumpulkannya. Barang yang kita kumpulkan tersebut kelak dapat kita gunakan lagi atau kita jual ke pengepul barang rosok/bekas.
4.       Berusaha membeli barang yang memiliki kemasan dapat didaur ulang atau kemasan yang mudah didaur ulang.
Pemilihan barang dapat dengan melihat pada kemasan apakah tertera simbol tiga panah yang membentuk segitiga. Sedangkan kemasan yang mudah didaur ulang sebagian kemasan makanan berbahan daun pisang, jambu air, jati, klobot, dan sebagainya. Selain kemasan berbahan organik, kemasan dapat berupa kertas makanan mudah terurai.
5.       Membiasakan cara diatas dalam kehidupan sehari-hari.
6.       Memengaruhi orang untuk melaksanakan cara diatas dengan kuasa/pengaruh yang kita miliki.
Kita dapat memengaruhi orang lain dengan memberi teladan atau contoh yang dapat dan mudah ditiru orang disekitar kita khususnya dalam organisasi atau komunitas yang kita ikuti/miliki. Selain itu, kita dapat membuat sebuah acara atau kegiatan berupa sosialisasi, seminar, aksi, lomba, dan sebagainya seputar sampah dan dampaknya.
Langkah-langkah diatas tentu tidak se-efektif langkah pemerintah dalam menangani sampah skala makro, akan tetapi penulis optimis jika dari pihak masyarakat ikut berperan serta dalam penanganan masalah sampah skala mikro, maka Indonesia kelak akan dapat diperhitungkan negara lain sebagai negara yang mandiri. Apabila Negara Indonesia sudah mandiri dalam penanganan dan pengelolaan sampah, maka secara otomatis jumlah investor dari luar negeri juga bertambah. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan negara-negara maju dan negara berkembang akan teknologi baru dan bahan bakar alternatif pengganti minyak. Sedangkan sampah menyimpan potensi energi yang cukup besar sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak dengan cara pengolahan barbasis biomassa dan insinerasi.







 



            Gb. 01. Jenis tempat sampah                                   Gb. 02. Sistem Wind Row dalam proses pembuatan kompos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar