Semakin Banyak Pendonor Sampah
Banyak
isu dikalangan pengamat kebudayaan mengenai perkembangan pola pikir bahwa rakyat
Indonesia dari zaman Portugis, Jepang, Orde Lama, Orde Baru hingga zaman modern
sekarang masih terjajah. Terjajah dalam artian teknologi yang berangsur-angsur
diimpor Indonesia dari luar sehingga secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi pola pikir masyarakat sebagai konsumen. Tak jarang kita masih acuh
tak acuh seolah menutup mata terhadap setiap permasalahan lingkungan-sosial disekitarnya.
Sebagai dampak langsung yang muncul adalah berkurangnya interaksi sosial
masyarakat dimana komunikasi dua arah yang seharusnya dapat dilakukan dengan
tatap muka, malah dilakukan dengan tatap layar gadget. Ada ungkapan mengenai permasalahan ini yakni, ‘Gadget menjadikan yang jauh mendekat,
dan yang dekat menjauh’. Di satu sisi,
dampak tidak langsung yang muncul adalah ke-kurangpeka-an masyarakat termasuk
kita dalam menanggapi permasalahan lingkungan-sosial, dalam tulisan ini
khususnya mengenai permasalahan sampah.
Sampah
menjadi konsekuensi-logis dari adanya sebuah peradaban. Namun sudah seharusnya
bahwa peradaban tidak boleh menjadikan sampah sebagai masalah utama.
Permasalahan sampah tidak boleh berlarut-larut dibiarkan, karena selain tidak
etis untuk dibahas, sampah seharusnya dapat ditangani oleh produsen sampah itu
sendiri yakni masyarakat. Di era sekarang, pengolahan sampah dan
kepenanggungjawabannya diserahkan ke pemerintah, sehingga apabila masalah
muncul disebabkan karena sampah, maka semestinya pemerintah yang patut
disalahkan. Seperti itulah kiranya pemikiran kita mengenai sampah.
Apabila kita
melihat sampah dari sisi lain seperti kebermanfaatan sampah untuk : pembangkit
listrik, bahan bakar gas, pupuk kompos, bahan daur ulang, dan lain sebagainya,
maka hal tersebut akan berdampak terhadap pola pikir kita dan perilaku kita
kedepannya. Setidaknya ada beberapa
langkah yang dapat kita lakukan ketika mendengar kata sampah dan saat kita
berhadapan langsung dengan sampah :
1.
Mengumpulkan sampah yang berserakan dan terbuang
tidak pada tempatnya pada suatu wadah penampung sampah sementara.
Dapat kita gunakan sampah kresek dan jangan menggunakan wadah
kresek baru, karena itu hanya akan menambah sampah yang kita buang. Jika memang
sampah kresek tidak ada disekitar kita, maka kita cukup mengumpulkan sampah
pada suatu tempat yang tidak banyak angin atau aktifitas manusia yang dapat
menganggu tempat pengumpulan sampah.
2.
Membiasakan membuang sampah sesuai jenisnya
yakni organik, nonorganik, kaca, logam, dan B3 pada tempat sampah yang telah
tersedia.
Hal ini dapat dilakukan jika kita memiliki tempat pengumpulan
atau tempat penampungan sementara yang layak (Gb. 01). Layak berarti bahwa
tempat sampah ini mempunyai kriteria :
- Tidak menyengat apabila ditempatkan disuatu ruangan terbuka maupun tertutup;
- Tidak tercampur satu dengan yang lain jenis sampahnya;
- Tidak merembes atau bocor pada bagian badan tempat sampahnya yang dapat mengakibatkan proses oksidasi sampah tidak sempurna, atau keluarnya cairan dari sampah yang dapat mengotori wilayah sekitar tempat sampah;
- Tidak mudah hancur terkena air, panas, cuaca, tekanan, dan tidak dapat terurai karena sampah yang ditampungnya;
- Dapat didaur ulang ketika tempat sampah sudah tidak sesuai standar tempat sampah yang berlaku disuatu negara;
- Tidak terlalu kecil atau tidak terlalu besar, menyesuaikan dengan ruangan sekitar. Hal ini sebagai pemenuhan aspek keindahan dan tata letak yang tepat.
3.
Mengurangi pembelian barang yang berpotensi
menghasilkan sampah dalam jumlah yang banyak/besar.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembelian barang dalam
jumlah besar sekaligus. Apabila barang yang akan dibeli berupa makanan, kita
dapat membeli menggunakan tempat makan yang telah kita sediakan dari rumah
seperti, rantang, mangkok, sendok besi, gelas dan sebagainya. Apabila barang
yang kita beli mengharuskan kita menggunakan wadah seperti plastik kresek,
botol plastik, botol kaca dan sebagainya, maka kita dapat menyimpan dan
mengumpulkannya. Barang yang kita kumpulkan tersebut kelak dapat kita gunakan
lagi atau kita jual ke pengepul barang rosok/bekas.
4.
Berusaha membeli barang yang memiliki kemasan
dapat didaur ulang atau kemasan yang mudah didaur ulang.
Pemilihan barang dapat dengan melihat pada kemasan apakah
tertera simbol tiga panah yang membentuk segitiga. Sedangkan kemasan yang mudah
didaur ulang sebagian kemasan makanan berbahan daun pisang, jambu air, jati,
klobot, dan sebagainya. Selain kemasan berbahan organik, kemasan dapat berupa
kertas makanan mudah terurai.
5.
Membiasakan cara diatas dalam kehidupan
sehari-hari.
6.
Memengaruhi orang untuk melaksanakan cara diatas
dengan kuasa/pengaruh yang kita miliki.
Kita dapat memengaruhi orang lain dengan memberi teladan atau
contoh yang dapat dan mudah ditiru orang disekitar kita khususnya dalam
organisasi atau komunitas yang kita ikuti/miliki. Selain itu, kita dapat
membuat sebuah acara atau kegiatan berupa sosialisasi, seminar, aksi, lomba,
dan sebagainya seputar sampah dan dampaknya.
Langkah-langkah diatas tentu tidak se-efektif langkah pemerintah
dalam menangani sampah skala makro, akan tetapi penulis optimis jika dari pihak
masyarakat ikut berperan serta dalam penanganan masalah sampah skala mikro,
maka Indonesia kelak akan dapat diperhitungkan negara lain sebagai negara yang
mandiri. Apabila Negara Indonesia sudah mandiri dalam penanganan dan
pengelolaan sampah, maka secara otomatis jumlah investor dari luar negeri juga
bertambah. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan negara-negara maju dan negara
berkembang akan teknologi baru dan bahan bakar alternatif pengganti minyak.
Sedangkan sampah menyimpan potensi energi yang cukup besar sebagai bahan bakar
alternatif pengganti minyak dengan cara pengolahan barbasis biomassa dan insinerasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar